03 November 2013

Mengapa Saya Menjadi Pebisnis?

Satu hari saya kedatangan seorang tamu dari luar negeri. Kami membahas tentang sebuah kerja sama bisnis yang saling menguntungkan. Setelah pembahasan bisnis selesai, kami mulai membahas hal-hal yang lebih personal, seperti: Hobi, dan sebagainya. Ternyata sang tamu mempunyai hobi karaoke. Nah, diajaklah saya untuk malam ini menemani dia ber-karaoke. Saya Oke-kan. Kebetulan saya juga suka nyanyi (walaupun dengan suara yang pas-pasan). Yang membuat saya terkejut adalah: saat masuk ke ruang karaoke, dia memesan 3 gadis untuk menemani kami bernyanyi. Kalau saya tolak takut menyinggung perasaan sang tamu yang sudah pesan. Jadilah kami (bertiga) bernyanyi dengan ditemani masing-masing oleh gadis yang usianya setengah dari saya.

Kejadian di atas membuat saya ingat lagi mengapa saya memulai bisnis saya. Alasan pertama adalah: Agar saya mempunyai pilihan. Pilihan untuk melayani pasar tertentu yang tidak mengharuskan saya untuk meng-entertain tamu atau customer atau prospek.

Bukan cuma persoalan entertain di dunia malam yang saya tidak suka. Sejak awal saya menjalankan bisnis, saya sudah mengharamkan praktek mark-up atau memberikan fee kepada orang dalam. Saya lebih baik tidak menjual kepada perusahaan tersebut dari pada harus menanggung teguran hati nurani yang tidak mungkin bisa saya abaikan. Berdasarkan pertimbangan di atas, saya memutuskan untuk memilih pasar Small & Medium Enterprise (SME).

Memilih pasar SME tentu saja ada konsekuensinya. Kalau menggarap pasar Enterprise, gebuk 1 'nyamuk' bisa hidup 1-2 tahun. Hal yang berbeda dengan pasar UKM. Kami harus gebuk 10 sampai  20 'nyamuk' untuk bisa hidup 1 bulan.

Alasan kedua saya memulai bisnis sendiri karena saya termasuk orang yang tidak bisa disuruh-suruh. Saya ingin mempunyai kebebasan untuk mewujudkan visi yang Tuhan taruh di dalam kepala saya. Agak repot bila setiap kali ada visi baru, saya harus minta ijin dulu dengan atasan saya agar bisa diwujudkan. Itu sebabnya saya keluar dari pekerjaan saya yang pertama dan yang terakhir.

Alasan ketiga adalah alasan klasik: Sebagai pebisnis, langit adalah batasnya. Bila saya hanya bekerja sebagai karyawan, maka income tertinggi saya adalah gaji plus segala tunjangan & insentifnya. Tapi bila saya jadi pebisnis, maka penghasilan saya bisa setinggi yang bisa saya capai. Namun konsekuensinya adalah: pebisnis juga tidak mempunyai lantai yang solid untuk diinjak. Dengan kata lain, sisi lain dari kalimat: 'langit adalah batasannya' adalah 'tidak ada bumi yang dipijak'. Kalimat kedua inilah yang terkadang membuat ciut orang untuk terjun ke dalam bisnis. Namun karena saya adalah tipe yang hantam kromo, saya putuskan untuk terjun ke bisnis tanpa banyak berhitung. Saya mensyukuri keputusan yang saya ambil 17 tahun yang lalu.

Alasan terakhir saya menjadi pebisnis adalah: Dengan menjadi pebisnis saya bisa mengubah hidup banyak orang. Seorang lulusan SMK yang kerja di Imamatek, setelah 4 tahun bekerja, bisa mempunyai pendapatan 2 hingga 3 kali lipat dari UMP. Ada banyak karyawan yang selepas bekerja dari Imamatek, memulai usahanya sendiri. Saya tidak pernah khawatir karyawan keluar dari Imamatek dan menjalani karir atau usahanya sendiri. Semakin tinggi karir / usahanya dia di luar Imamatek, semakin bangga saya karena sudah berhasil memberikan sedikit kontribusi di dalam hidup yang bersangkutan.

Demikian sharing dari saya. Semoga bermanfaat bagi Anda terutama yang sedang dilema apakah mau pindah kuadran dari employee ke business owner. Atau bagi yang sudah terjun ke Business Owner namun mulai mempertanyakan keputusan tersebut dan sedang mempertimbangkan untuk kembali lagi jadi Employee.