29 April 2014

I Love My Spin

Saya ingin memberikan review atas Mobil Chevrolet Spin Diesel yang baru saya pakai 1 bulan belakangan ini. Melalui artikel ini saya juga ingin membahas strategi marketing dari General Motor Indonesia yang sedang mencoba menguasai pasar mobil di Indonesia.

Saya akan mulai dulu dengan review Spin.
Proses ini dimulai dengan keinginan saya untuk mengganti Xenia saya yang sudah berumur 11 tahun. Karena pasar mobil mini MPV sudah mulai beragam, maka saya mutuskan untuk tidak lagi menggunakan mobil sejuta umat (Avanza-Xenia). Pilihannya mulai dari Nissan Livina, Suzuki Ertiga, Chevrolet Spin, serta pendatang baru Honda Mobilio.
Livina saya coret dari list karena ada testimoni teman yang agak miring mengenai dukungan after sales perusahaan ini.
Ertiga juga saya coret karena tidak terlalu banyak fitur yang ditawarkan.
Awalnya saya tidak memperhitungkan Spin. Saya lebih cenderung ke Mobilio. Dengan bodinya yang sexy serta segala keunggulan yang digembar-gemborkan, saya sudah memutuskan untuk membeli Mobilio. Namun sayangnya, memang belum jodoh. Inden minimal 3 bulan membuat saya urung.
Ada 1 iklan yang membuat saya beralih ke Spin, yaitu: Spin mendapatkan predikat "The best fuel consumption 2013" versi majalah Auto Bild. Sejak melihat iklan itu, saya langsung mempelajari tentang Spin dan berakhir di test drive di salah satu dealer Chevrolet.

Saat test drive, saya diminta oleh salesmannya untuk meng-'hajar' polisi tidur. Di luar dugaan saya, mobil dengan entengnya melibas kondisi jalan tersebut. Saya membayangkan kalau saya melakukan hal yang sama dengan mobil saya yang dulu, bisa dipastikan istri & anak saya yang duduk di bangku baris kedua akan meloncat ke atas.
Singkat cerita saya memutuskan untuk membeli Spin dan setelah 1 bulan pakai, berikut review saya. Mohon diingat, saya bukan pakar otomotif. Saya hanya memberikan review sebagai pengguna awam.


  1. Konsumsi solar untuk perjalanan campur antara tol & dalam kota adalah sekitar 1:18. BBM yang saya gunakan adalah Shell. Kondisi ini menurut saya sudah sangat bagus dan menghemat kocek cukup besar.
  2. Suspensi yang menggunakan Mc Pharson strut sangat enak sekali. Terutama saat melewati polisi tidur & jalanan yang berlubang. Sering kali saat di jalanan mobil lain harus melambatkan kecepatannya, saya dengan PeDe-nya melibas tanpa terlalu terguncang.
  3. Bodinya yang unik serta mereknya yang kurang lazim di Indonesia membuat orang sering bertanya-tanya saat melihat mobil ini. Walaupun harganya setara dengan mobil sejuta umat, namun gengsinya terasa lebih tinggi.
  4. Sistem komputer yang pintar. Saat saya mematikan mesin mobil dalam kondisi radio menyala, saya bingung kok radionya tidak langsung mati. Ternyata radionya akan mati saat saya buka pintu mobilnya. Wah, pintar sekali radionya.
  5. Kunci kontak yang bisa dilipat ke dalam membuat ringkas saat membawa kunci tersebut.
Ada banyak hal kecil-kecil yang mungkin tidak terlalu penting untuk saya sebutkan 1 per 1 di sini. Intinya adalah: Saya puas menggunakan Spin.

Sekarang pembahasannya ke sisi bisnis.
Spin adalah produk yang bagus (terutama versi Diesel) yang bisa merajai jalanan di Indonesia. Namun ada banyak PR bagi PT GMI agar bisa sampai ke situ.

Pertanyaan atau komentar yang sering saya terima saat membahas tentang Spin:
  1. Onderdilnya mahal nggak?
  2. Nanti bakal susah jualnya lho?
  3. Spin? Mobil apaan tuh?
Apa PR yang harus dikerjakan oleh GMI?
  1. Memperbaiki image bahwa mobil Amerika (dan Eropa) onderdil dan after sales service-nya mahal. Saya melihat GMI sudah mulai melakukan hal ini. Harian Kompas menempatkan Spin sebagai mobil yang harga pemeliharaannya paling murah untuk jangka waktu 3 tahun. Sepertinya GMI sudah berusaha keras untuk menekan biaya pemeliharaan Spin.
  2. Harga jual mobil bekasnya jatuh. Nah, bagian ini saya telah menemukan rahasianya. Ternyata harga jual mobil bekas selalu mengacu ke harga jual mobil baru. Jadi, agar harga bekas tidak jatuh, harga mobil baru harus secara konsisten dinaikkan. Persis keesokan hari setelah saya beli Spin, harganya sudah naik 2 juta. Pertanyaannya tinggal: Seberapa mampu GMI terus menaikkan harga Spin? Sepanjang Spin terus ditambah nilainya, tentunya harga jual yang terus naik masih bisa terus diterima.
  3. Jaminan yang lebih baik lagi. Garansi yang diberikan adalah 3 tahun tanpa melihat odometer. Sedangkan untuk gratis service berkalanya masih melihat Odometer (mana yang tercapai terlebih dahulu). Mengapa harus tanggung-tanggung? Untuk merek yang masih underdog seperti ini, berikan sesuatu yang Wah agar konsumen bisa lebih puas. Sebagai contoh, mobil KIA yang juga mempunyai stereotip yang sama, mereka berani memberikan garansi 5 tahun.
Apakah GMI bisa menguasai pasar otomotif di Indonesia? Menurut pendapat pribadi saya: Bisa. Namun butuh waktu yang panjang dan kerja keras dari GMI untuk memperbaiki brand image-nya yang masih underdog seperti sekarang ini.

23 April 2014

Pertamina vs Shell

Sudah sejak lama saya memutuskan untuk tidak ikut berpartisipasi dalam mengerogoti keuangan negara dalam bentuk menggunakan BBM bersubsidi.
Untuk membeli BBM non subsidi, ada banyak pilihan, namun cerita di bawah membantu saya untuk membuat keputusan.

Ada teman saya yang bercerita bahwa motornya selalu menggunakan bensin Shell. Setelah menggunakannya bertahun-tahun. Saat service di bengkel, montirnya berkomentar: "Mesinnya baru dicuci ya?". Teman saya mengiyakan, padahal di dalam hatinya dia berkata sudah lama tidak mencuci mesinnya.

Berdasarkan cerita dari seorang teman tersebut, maka saya memutuskan untuk membeli bensin di POM bensin Shell. Sejak saat itu, setiap kali saya harus mengisi BBM, saya akan selalu mencari POM bensin Shell.

Pengalaman saya di POM Bensin Shell sejauh ini sangat menyenangkan. Apa yang saya alami di POM bensin Shell antara lain:

  • Petugasnya ramah-ramah
  • Selalu ditawarkan untuk mengelap kaca depan mobil.
  • Pengisiannya sangat bersih. Tidak ada 1 tetes BBM pun yang tercecer. Mereka dengan halus mengisi BBM hingga penuh tanpa tercecer.
  • Mereka selalu menggunakan sales script yang sama, di mana pun saya mengisi BBM. Misalnya, saya selalu disampaikan: "Kalau mau isi angin ban atau air radiator, silakan menuju ke situ" (sambil menunjuk tempat pengisian angin).
  • Bisa membayar dengan kartu kredit tanpa dikenakan charge 3%.
  • Banyak promo-promo dengan penyedia kartu kredit. Kemarin sempat dapat mobil lego Ferari karena membayar dengan kartu dari Bank tertentu.
  • Petugasnya juga terlihat dipelihara dengan baik oleh perusahaannya. Sebagai contoh: Saya melihat semua petugas pengisian mengenakan sepatu yang sangat bagus. Saat saya memuji sepatu mereka, mereka menjawab: "iya, ini sepatu khusus yang diberikan oleh perusahaan. Kalau kaki terlindas oleh ban mobil, kaki tidak akan cedera". Saya terkejut mendengar hal ini. Berarti Shell sangat memperhatikan kehidupan karyawannya.
Saya selalu menjadi pelanggan setia Shell. 
Memang di hati kecil saya sedikit terganggu karena tidak membeli produk dalam negeri. Namun, toh produk dari Pertamina juga produk import kan?

Nah, satu ketika saat saya sedang mengendarai mobil di tol Cikampek dan BBM sudah hampir habis, sambil menyesali keteledoran saya untuk tidak mengisi Shell sebelum naik tol, saya terpaksa mampir di POM bensin Pertamina.

Apa yang saya alami sungguh luar biasa. Perbedaannya langit dan bumi. Beberapa di antaranya adalah:
  • Bila mau membayar dengan kartu kredit akan dikenakan charge 3%. Saya sempat complain mengenai hal ini. Saya bilang: Harga sama dengan Shell dan produknya bukan BBM bersubsidi, tapi kenapa dikenakan charge? Petugasnya dengan enteng menanggapi: "Sudah kebijakan dari sononya". Untung mereka masih menerima pembayaran dengan kartu debit tanpa dikenakan charge.
  • Saat pengisian hampir penuh, mereka tidak mempunyai tombol untuk merendahkan kecepatan pengisian (seperti di Shell). Alhasil, BBM-nya tumpah ke luar. Saya complain: "Mbak, tolong hati-hati dong mengisinya". Dia memberikan alasan: "Iya, di dalamnya ada udara sehingga BBM-nya terdorong ke luar". Selama saya isi BBM di Shell, tidak pernah 1 kali pun ada setetes yang tercecer. Di sini malah muncrat dengan volume yang lumayan banyak.
  • Tidak ada sales script yang disampaikan oleh petugas. Tidak ada senyuman ramah menempel di bibir mereka. Mereka hanya bekerja layaknya pekerja biasa yang dibayar dengan (mungkin) gaji di bawah UMP.
Demikianlah ungkapan isi hati saya. Anda boleh bilang saya tidak nasionalis karena membeli BBM dari negeri Belanda. Namun dengan harga yang sama saya mendapatkan layanan yang jauh lebih baik dengan produk yang sedikit lebih baik, apa alasan saya untuk menggunakan produk Pertamina?

04 April 2014

Mac Book Pro vs Windows based Notebook

Bulan lalu saya baru saja melego Mac Book Pro (MBP). Alasannya adalah, setelah menggunakan MBP selama hampir 2 tahun tanpa masalah, tiba-tiba MBP saya hang tanpa pola yang jelas. Bila sudah hang, saya harus restart berulang-ulang agar bisa nyala lagi.

Setelah cari-cari informasi di internet, diketahui bahwa MBP seri tahun yang saya miliki memang mempunyai masalah dengan Graphical Processing Unit (GPU)-nya. Untuk service, membutuhkan biaya kurang lebih US$300. Itu pun tidak ada jaminan hal yang sama tidak akan terjadi lagi.

Yang membuat saya kecewa bukan hanya biayanya. Namun waktu yang akan terbuang bila saya service ke service center Apple. Akhirnya, dengan berat hati saya menjual MBP saya dengan harga yang sangat miring. Walaupun dalam kondisi rusak, dalam beberapa hari posting di berniaga.com, langsung ada yang beli.

Sekarang saya kembali lagi menggunakan Notebook ber-OS Windows. Kebetulan Notebook yang saya beli merek Asus N56V dengan OS Windows 8 non touch screen. RAM-nya saya tambah dari 8 GB menjadi 16 GB. HD 1 TB.

Berikut perbandingan antara MBP & Notebook Asus:

  1. Penampilan/desain:
    1. MBP (dan produk Apple secara umumnya) unggul jauh dalam hal penampilan dan desain. Body-nya yang full titanium dengan lubang-lubang speaker yang sangat halus sungguh merupakan desain yang indah.
    2. Body yang metal memudahkan saya untuk membersihkan notebook tersebut. Hanya bermodal kain yang dibasahkan, MBP saya bisa kinclong lagi. Bahkan terkadang kalau kepepet, saya gosok dengan jari dan menggunakan (maaf) air liur pun, tetap bisa kinclong. Hehehe.
    3. Suara saat MBP ditutup akan menimbulkan suara BUB yang mantap. 
  2. Usability
    1. Saya adalah pengguna Windows sejak masih Win 3.1. Saat pertama kali menggunakan Mac OS, saya frustasi sekali. Bahkan untuk sekedar cut file pun susahnya minta ampun. 
    2. Namun setelah beberapa bulan penyesuaian, saya mulai mencintai gesture-gesture di track pad-nya yang begitu beragam. Saya bisa pakai 1, 2, 3, 4 bahkan 5 jadi. 
    3. Gerakan antar windows-nya pun sangat mulus sekali.
    4. Asus sebetulnya mulai menyontek usability dari Mac. Dia mulai bisa klik kanan dengan 2 jari. Bisa geser dengan 3 jari. Namun feel-nya tetap masih kalah jauh dari Mac.
    5. Untuk usability, MBP menang.
  3. Spek Hardware
    1. Kedua notebook didukung oleh dapur pacu Intel i7. Keduanya mempunyai power yang sangat tinggi.
    2. Sayangnya, MBP hanya mempunyai 1 slot memory. Jadi saat saya harus upgrade RAM dari 4 GB ke 8 GB, saya harus copot RAM yang lama dan ganti dengan yang baru.
    3. Berbeda dengan Asus, slot RAM-nya ada 2. Jadi saat saya mau upgrade dari 8 ke 16 GB, tinggal pasang 1 keping saja.
    4. HD Asus 1 TB dibandingkan MBP 512 GB.
    5. USB Asus sudah 3.0, sedangkan MBP masih 2.0. 
    6. Video out di MBP menggunakan mini DVI. Sehingga saat harus project ke proyektor, harus membeli connector khusus yang harganya ajubilah mahalnya. Kalau Asus, colokan VGA dengan mulus bisa masuk.
    7. Keyboard sama-sama enak untuk diketik. Sama-sama mempunyai LED bila bekerja dalam kondisi gelap.
    8. Secara umum, spek hardware dimenangkan oleh Asus N56V
  4. Baterai
    1. Keduanya saya jalankan VMWare. MBP hanya tahan 2 jam. Sedangkan N56V tahun hingga 4 jam.
    2. Untuk baterai dimenangkan oleh Asus.
  5. Bobot
    1. Dengan ukuran layar yang sama (sekitar 15"), MBP mempunyai bobot yang lebih ringan.
    2. Sedangkan Asus, beratnya super-duper berat.
    3. Kategori ini dimenangkan oleh MBP.
  6. Harga
    1. MBP harganya lebih mahal, namun dengan mutu onderdil yang ditawarkan sebetulnya tidak mahal-mahal amat. 
    2. Yang mengecewakan adalah: Notebook yang mahal-mahal tapi kualitasnya buruk.
    3. Selama ini saya beli notebook yang high end, tidak pernah rusak di tengah jalan. Think pad saya sudah 8 tahun tidak pernah ada keluhan apa pun.
Secara keseluruhan, sebetulnya MBP masih memenangi kompetisi ini. Saya merindukan gesture tangannya yang begitu mulus. Namun saya harus realistis. Produktifitas kerja lebih penting dari pada estetika & kenyamanan. Jadi saya harus meninggalkan Apple dan kembali ke Windows. 

Sejak mulai kembali ke windows, saya harus mulai menggunakan mouse dan jari-jari tangan saya mulai terasa kaku lagi. Namun saya bisa menerima konsekuensi ini sepanjang saya masih bisa menggunakan komputer saya untuk menghasilkan produk.

Ini hanya opini pribadi. Yang tidak setuju, silakan kasih komentar. Peace!!!