02 Oktober 2017

Mendesak

Pada suatu hari kira-kira pukul 1 siang, istri saya menelepon saya mengatakan bahwa pompa air di rumah bocor. Bila saya tidak perbaiki hari ini maka nanti malam saya tidak ada air untuk mandi. Saat itu juga secara tiba-tiba saya harus menghentikan semua aktivitas saya dan pulang ke rumah untuk memperbaiki pompa rumah agar nanti malam bisa mandi.

Apakah Anda pernah mengalami hal sejenis itu?
Customer 'meledak' karena tidak mendapatkan layanan yang seharusnya dia dapatkan? Atau tubuh Anda terserang penyakit orang kaya (diabetes, kolesterol tinggi, asam urat, dll) sehingga harus segera ke dokter untuk diobati? Anda harus ke sekolah karena dipanggil oleh kepala sekolah untuk membicarakan anak Anda yang melakukan pelanggaran berat?

Semuanya itu adalah contoh kejadian yang penting dan mendesak. Anthony Robbins menyebut hal itu adalah Demand atau tuntutan. Disebut tuntutan karena kejadian tersebut menuntut Anda untuk segera menyelesaikan hal tersebut dan menghentikan apa pun yang sedang Anda kerjakan.

Sesuai dengan namanya, tuntutan akan membuat hidup Anda tidak terkendali dan stress. Lebih parah lagi, Anda akan merasa seperti korban yang tidak berdaya menghadapi realita hidup.

Apakah betul seperti itu? TIDAK!

Delapan puluh persen tugas yang penting dan mendesak awalnya adalah tugas yang penting tapi tidak mendesak. Customer tidak tiba-tiba meledak. Customer meledak karena keluhan-keluhannya selalu tidak ditanggapi. Penyakit-penyakit yang disebut di atas juga tidak datang tiba-tiba. Perlu bertahun-tahun mengabaikan sinyal-sinyal di tubuh Anda sampai di titik tubuh Anda sudah tidak tahan lagi dan jatuh sakit. Anak juga tidak tiba-tiba menjadi seorang pemberontak. Ke mana Anda selama ini saat dia sedang membutuhkan Anda? Saat dia ingin bermain dengan Anda? Saat dia masih nurut dengan Anda?

Tugas yang penting dan mendesak terjadi karena tugas yang penting namun tidak mendesak tidak dikerjakan. Akibatnya tugas yang tadinya tidak mendesak, lama kelamaan menjadi mendesak.

Lalu bagaimana caranya menghindari tugas yang penting dan mendesak? Tidak ada cara lain. Anda harus kerjakan itu selagi dia masih penting dan tidak mendesak. Bereskan keluhan customer pada saat dia menyampaikan keluhannya pada pertama kali. Miliki gaya hidup yang sehat dengan cara berolah raga dan makan yang sehat selagi masih sehat. Luangkan waktu Anda untuk bermain dengan anak Anda selagi dia masih kecil.

Semudah itu? Ya, semudah itu. Mungkin Anda bertanya, kalau semudah itu mengapa tidak semua orang lakukan?

Alasan pertama orang tidak melakukan tugas yang penting tapi tidak mendesak adalah Malas. Kata Jim Rohn, "Hal yang mudah untuk dilakukan, mudah juga untuk tidak dilakukan". Itu dia situasinya. Karena sifat tugas itu tidak urgent, jadi tidak ada konsekuensi langsung yang akan terjadi saat Anda tidak lakukan. Lama kelamaan Anda akan terlena untuk terus malas dan tidak lakukan sampai tugas itu menjadi mendesak.

Alasan kedua adalah: Tidak ada waktu. Bila benar Anda tidak ada waktu untuk melakukan hal yang penting dan tidak mendesak, mengapa Anda SELALU ada waktu untuk mengerjakan tugas yang penting & mendesak? Bila Anda menjawab tidak ada waktu, itu berarti Anda salah memprioritaskan waktu Anda. Anda perlu belajar untuk mengelola waktu Anda dengan lebih baik lagi.

Kembali ke pompa air. Saya punya kesempatan untuk membereskan pompa air di kala bocornya masih sedikit di akhir pekan dengan santai. Pembantu saya sudah memperingati saya berbulan-bulan yang lalu. Namun saya abaikan dengan alasan malas. Sampai akhirnya kejadiannya sudah menjadi mendesak dan harus dibereskan saat itu juga.

Pelajaran dari kejadian tersebut adalah: Lakukanlah apa yang penting bagi Anda selagi belum mendesak, seperti:

  • Olah raga & makan sehat selagi masih sehat
  • Luangkan waktu dengan orang-orang tercinta Anda selagi mereka masih ada.
  • Tangani keluhan customer selagi dia masih ramah.
Jadikan hal-hal di atas menjadi kebiasaan Anda sehari-hari sehingga hidup Anda bisa terhindar dari hal-hal yang penting dan mendesak. Tidak semuanya, tetapi paling tidak sebagian besar.

Semoga bermanfaat bagi Anda.

08 Februari 2017

Jawabannya Sudah Berubah

Saat saya bertanya kepada rekan bisnis dan teman mengenai kondisi bisnis mereka di 2016, secara umum jawaban mereka adalah negatif. Tidak banyak yang bisa mengatakan bahwa kondisi mereka di tahun lalu baik-baik saja. Istilah yang sering dipakai, antara lain: Berdarah-darah, negatif, menukik, dan lain sebagainya.

Saya pribadi harus mengakui, bisnis saya di tahun 2016 cukup menantang.

Tentunya sebagai pebisnis, saya terlatih untuk tidak mudah menyerah. Saya harus tetap berjuang. Hanya saja, agar perjuangan saya tidak hanya sekedar Work Hard, saya harus Work Smart. Oleh karena itu saya mulai bertanya 5 Why.

Pertanyaan pertama: Mengapa kondisi bisnis di 2016 sulit?

Sebelum bisa menjawab pertanyaan itu, saya coba melihat realita di sekeliling saya. Apakah SEMUA bisnis sulit? Ternyata saya dapati bahwa tidak semua bisnis sulit. Ada beberapa bisnis yang saya kebetulan kenal, berjalan dengan baik. Sangat baik bahkan. Misalkan bisnis Hokaido Baked Cheese Tart.

Saya menyaksikan sejak peluncuran di outlet pertamanya di Mal Kasablanka, lalu outlet ke-2 di Mal Senayan City di tahun yang sama. Lalu di awal tahun buka lagi outlet ke-3 di Mal Kelapa Gading. Pertumbuhannya melejit pesat.

Saya juga amati bisnis-bisnis ritel lain di mal juga ada banyak yang mengalami hal positif yang sama.

Kondisi ini kontras dengan bisnis lain yang saya ceritakan di atas. Lima L, Letih, Lesu, Lemah, Loyo dan (L satu lagi saya lupa, mungkin Letoy?).

Lalu saya coba bandingkan apa perbedaannya antara bisnis 5L dengan yang melesat? Ternyata saya dapati bahwa bisnis yang 5L adalah bisnis konvensional, sedangkan bisnis yang melesat adalah bisnis yang baru, atau paling tidak produknya baru.

Kembali ke pertanyaan pertama: Mengapa kondisi 2016 sulit? Saya harus menjawab: Karena situasi & kondisi di 2016 sudah berubah.
Perilaku customer berubah. Sudah bosan dengan produk yang itu-itu saja. Ingin cari yang baru.
Cara mereka mencari produk juga sudah berubah. Dua puluh tahun yang lalu google masih menyewakan search engine-nya ke yahoo. Sekarang Google sudah menjadi gaya hidup manusia modern.
Bila customer mau beli produk Anda, dia akan search di Google. Bila review produk Anda jelek, tinggal ke laut. Bila produk/perusahaan Anda tidak ditemukan, alih-alih produk kompetitor yang muncul, Anda sudah kalah.

Pemerintahan juga sudah berubah. Dulu dengan uang segalanya beres. Sekarang, kalau persyaratan tidak lengkap, mau ada duit berapa pun Anda tidak bisa lanjut. Ada yang masih berbisnis dengan gaya lama berkeluh kesah akan hal ini. Namun saya percaya kondisi seperti inilah yang kita butuhkan untuk berbisnis dengan lebih baik.

Jadi, pertanyaan pertama saya ternyata sudah ditemukan jawabannya, yaitu: Situasi sudah berubah. Saya sudah tidak bisa tanya pertanyaan lanjutan lagi: Mengapa berubah? Karena jawabannya akan menjadi: Ya, memang sudah berubah, mau diapakan lagi?

Hal ini memaksa saya untuk mengganti pertanyaan kedua saya: Apa yang bisa saya lakukan atas perubahan ini? Nah, kalau pertanyaannya seperti ini, akan mudah saya jawab: Saya harus menyesuaikan diri.

Berdasarkan jawaban itu, berikut beberapa hikmat yang saya dapatkan:

  1. Kita harus exist di Internet. Marketing model lama sudah tidak efektif lagi. Customer sudah tidak mau dijejali dengan informasi. Mereka mau mengontrol informasi tersebut. Mereka mau CARI informasi sendiri. Ya, itu kata kuncinya. Mereka mau cari. Mereka akan cari di google, mereka akan tanya ke teman, mereka akan tanya ke ahlinya.
  2. Untuk bisa exist bukan cuma sekedar selfie lalu post ke instagram/FB/path. Itu tidak cukup. Anda harus dikenal sebagai Sang Ahli di bidang tertentu. Jadi orang akan datang ke Anda untuk bertanya dan minta saran.
  3. Untuk bisa berubah, yang pertama kali yang harus diubah adalah pola pikir. Pola pikir saya yang tadinya push, sekarang harus jadi pull. Saya harus menarik orang untuk datang ke saya. Untuk menarik orang, tentu saja saya harus jadi orang yang menarik. Menarik secara penampilan, sikap, intelektual dan tentu saja secara rohani.
Saya akan tutup tulisan saya dengan sebuah cerita yang saya dapatkan dari Brian Tracy. Dia menceritakan pada suatu ketika Albert Einstein dihampiri oleh mahasiswanya dan bertanya: Pak, soal ujian tadi bukankah sama dengan soal tahun lalu? "Ya, betul, soalnya sama dengan tahun lalu" jawab Einstein. "Kok Bapak kasih soal yang sama dengan tahun lalu?" tanya lagi si mahasiswa. Lalu Einstein menjawab: "Ya, soalnya sama, tapi jawabannya sudah berbeda".

Demikian tulisan dari saya. Semoga bermanfaat bagi Anda dalam menghadapi tahun 2017 dengan lebih optimis.