25 Juli 2019

Tidak Semua Orang Akan Sampai di Puncak

Awal Juli 2019, saya bersama dengan anak saya bersama-sama naik ke puncak gunung Prau, di Dieng, kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah. Sebuah pengalaman yang sangat menyenangkan.

Walaupun Gunung Prau termasuk gunung untuk pemula, perjalanan kami dari Jakarta boleh dibilang tidak mudah. Dengan susah payah kami semua menjalani jalan yang menanjak. Singkat cerita, setelah kira-kira 4 jam menanjak, tibalah kami semua di puncak. Ya, semua anggota rombongan kami tiba di puncak dengan selamat. Usia kami merentang dari 14 hingga 50 tahun, pria dan wanita. Profesi kami pun beragam. Ada yang pelajar, karyawan, Ibu RT hingga pengusaha.
Semuanya sampai ke puncak.

Lho, tapi kok nggak nyambung ya dengan judul artikel ini?

Ya, yang tiba di puncak 'hanya' 16 orang (17 bila pemandunya dihitung). Tapi ada banyak yang lainnya yang tidak akan sampai di puncak.
Alasannya ada banyak:
  1. Tidak mau capek
  2. Takut (tidak kuat, dingin, jorok, kena matahari dan ketakutan lainnya)
  3. Tidak ada waktu
  4. dsb-nya.

Nah, orang-orang seperti ini yang tidak akan sampai ke puncak.


Fakta sudah membuktikan, bila mau, semua orang bisa sampai ke puncak.

Naik ke puncak gunung sebetulnya hanya sebuah metafora. Metafora terhadap apa yang ingin kita capai dalam kehidupan. Kalau kita ganti puncak gunung dengan kata sukses, maka semua proses untuk pencapaian sukses ini akan sama.

Sukses bisa dalam bidang karir, keuangan, kesehatan, hubungan, dsb-nya.

Apa yang diperlukan untuk sukses?


Yang pertama tentu saja keputusan. Keputusan untuk mau naik gunung adalah awal segalanya. Apa sih yang dimaksud dengan keputusan? Keputusan adalah mengatakan bahwa: "ya, saya mau".

Yang kedua adalah bayar harganya.
Kami semua yang mau naik gunung sudah diperingatkan untuk mempersiapkan fisik dengan baik. Harus olah raga setiap hari agar fit.

Setelah itu, perjalanan bolak-balik menuju base camp menembus macet di tol Cikarang selama hampir 2 hari 2 malam merupakan harga yang tidak semua orang bersedia untuk bayar.
Mobil kami pun sempat mogok karena tidak kuat nanjak di jalanan dengan kemiringan 45 derajat. Hal ini memaksa kami harus berjalan kaki 30' agar mengurangi beban mobil sehingga bisa menanjak.
Belum lagi kondisi di mana kita tidak mandi dan gosok gigi selama 2 hari.

Tentu saja penderitaan fisik naik gunung bagi orang kota yang sudah terbiasa duduk di dalam ruangan yang ber AC, bukanlah harga yang murah untuk dibayar.

Yang Terakhir Pantang Menyerah
Saat kami menanjak, terkadang kami harus berhenti setiap 10 langkah sangking lelahnya. Tapi tidak apa-apa. Asalkan tidak berhenti, kami buktikan pasti bisa sampai di puncak.

Tapi sudah dibuktikan bahwa semua orang pasti bisa sampai di puncak...... asal mau.

Saya tutup tulisan saya dengan kalimat ini:
Dari pada bilang: "Semua orang bisa sukses asal mau", padahal tidak semua orang mau bayar harganya, lebih baik bilang:

"Sukses hanya untuk orang yang mau bayar harganya".

See you at the Top (Zig Ziglar).

Tidak ada komentar: